Monday, October 29, 2007

Cerita dari Rambong (2) : Rumoh Ureng Chik Lon

“Rumoh Ureng Chik Lon” itu artinya = “Rumah Orang Tua Saya”, kalo melihat dari judulnya tentunya sudah ketebak maksud dari judul ini adalah saya ingin bercerita sedikit tentang rumah orang tua saya (Ibu) saya atau juga rumah nenek saya yang tentunya juga sudah menjadi bagian (bukan pemilik) dari “rumah” saya juga ^.^, rumah yang berada di Desa Rambong (Kabupaten Pidie) ini adalah rumah yang saya inapi selama saya berlebaran di Desa Rambong.

Mungkin banyak yang bertanya-tanya, “ngapain sih cerita tentang rumah ?” yaaa.. mungkin… karena rumah disini tidak seperti rumah-rumah di perkotaan !! disini rata-rata rumahnya punya ciri khas tersendiri, dan dari sekian banyak ciri khas, melalui posting kali ini saya cuma ingin kasih liat 4 ciri khas dari rumah ini.

Ini dia nih rumahnya

Sekilas, tidak ada yang luar biasa dengan rumah ini, tapi kalo diperhatikan lebih dalam lagi, rumah ini lebih banyak material kayu-nya dari pada betonnya, inilah ciri khas yang pertama.

Sebagian besar rumanya bahannya dari kayu, tapi yang hebatnya kayu ini walaupun sudah berumur puluhan tahun tapi masih tetap kokoh dan tidak dimakan rayap ! hebat kan !!

Ciri khas kedua, rumah ini dilengkapi dengan kandang Ayam + Bebeknya, tapi bukan berarti penghuni rumah ini setiap hari akan makan daging ayam atau daging bebek, karena biasanya bebek-bebek dan ayam-ayam itu disimpan untuk dihidangkan (disembelih) pada hari-hari penting dimana ada “Kenduri”nya, seperti Hari Lebaran Idul Fitri, Lebaran Haji, atau event-event tertentu lainnya.

Ini nih kandang bebek & ayamnya !!
Waktu itu Ibu saya sempet minta untuk tidak dipelihara lagi, soalnya takut kena Flu Burung, tapi akhirnya tetep dipelihara juga tuh :(

Bebek atau Ayam saja belum cukup tentunya belum cukup, namanya orang Indonesia, kalo makan belum lengkap kalo cuma lauknya doang, harus ada nasinya bukan ? nahh kalo soal nasi kami disini ngga perlu khawatir keabisan, soalnya dirumah ini ada se-Gudang Beras yang bisa dimakan untuk se-Tahunan. Inilah ciri khas yang ketiga “Gudang Beras” di dalam rumah

Ini nih..Gudang Persediaan Beras yang dihasilkan dari sawah yang tidak jauh dari rumah, nanti kalo udah akhir tahun, sisa dari beras yang dimakan akan di-Jual, dari situlah para petani disini akan mendapatkan pendapatan tahunannya *kalo ngga salah sih gitu*

Ciri khas berikutnya adalah adanya WC diluar rumah. Saya masih ingat terakhir Saya kesini 10 tahun yang lalu, kalo udah malem Saya tuh selalu berusaha untuk tidak banyak makan atau minum banyak, soalnya takut kalo harus malem-malem buang air, soalnya 10 tahun yang lalu WC nya cuma ada di luar rumah doang. Dah gitu kalau malam tiba, suasana diluar pun akan menjadi gelap banget alias seram. Makanya saya ngga berani keluar :(

WC nya diluar oi !!

Didalamnya ternyata masih ada sumur-tua yang kalo mau ngambil air harus ngambil dulu pake ember yang diiket pake tali… cape deh ^.^

Sebenarnya masih banyak lagi keunikan-keunikan lainnya dari rumah ini yang membuat rumah ini ndeso banget deh !! tapi itu bukan berarti saya ngga betah tinggal disini ! justru sebaliknya suasana rumah yang ndeso banget itulah yang membuat saya betah tinggal disini, jadi kalo t suatu saat nanti sedang main-main ke Pidie jangan lupa ya mampir ke rumah ya :)

Thursday, October 25, 2007

Cerita dari Rambong (1) : Pulang Kampung Beneran !

Wahhhhh…. senangnya akhirnya bisa kembali nge-Blog, setelah kurang lebih seBulanan ngga nongol, Oh Ya..sebelumnya…mumpung masih di bulan Syawal, Fatah pengen ngucapin Selamat Idul Fitri 1428 H (telat banget ngga sih ?) Mohon Maaf atas segala kesalahan, baik itu berupa komentar-komentar yang agak menyingung ataupun tidak sempatnya Saya membaca dan memberi komentar pada teman-teman blogger semua :)

Masih dalam suasana Lebaran, saya pengen cerita dikit nih tentang perjalanan lebaran Saya kemarin, kebetulan Lebaran kemarin saya berkesempatan pulang ke kampung yang “beneran”, maksudnya “beneran” itu soalnya walaupun secara fisik saya sudah tinggal di Aceh, tapi karena sehari-hari tinggalnya di pinggiran Banda Aceh jadinya belom bisa dibilang pulang kampung “beneran”, karena Banda Aceh itu mirip-mirip kota Jakarta, tempat dimana para perantau asal daerah Aceh lainnya mencari kerja.

Nahh kebetulan Bapak-Ibu saya itu berasal dari desa “Rambong”, Kecamatan Beurneun, Kabupatan Pidie yang Ibukotanya Sigli, jadi kesimpulannya, Ibu-Bapak saya itu bisa dibilang sebagai orang Sigli, atau bisa juga dibilang sebagai orang Pidie, atau juga orang Beurneun, atau juga bisa dibilang orang Rambong, atau mau dibilang orang Aceh juga bisa :)

Pidie sendiri adalah suatu kawasan (kabupaten) yang terkenal akan orang-orangnya yang jago merantau dan jago berbisnis (berdagang), banyak orang Pidie yang sukses merantau (baik ke Banda Aceh, ataupun ke Kota-kota besar), dan juga sukses berdagang, salah satu orang Pidie yang merantau yaaa…Bapak saya, itulah sebabnya saya menjadi orang Aceh yang ngga bisa bahasa Aceh, karena Ibu saya melahirkan dan membesarkan Saya di Jakarta (tempat rantauannya orang tua).

Desa Rambong, sebuah desa yang besarnya hampir mirip komplek pajak kemanggisan (tempat saya tinggal di Jakarta) atau komplek-komplek lain di-Jakarta adalah salah satu desa di Pidie yang bisa dibilang sudah menjadi desa yang maju atau desa yang modern, salah satu indikatornya adalah banyaknya rumah-rumah beton yang dibangun, jalan yang sudah diaspal dan juga mobil-mobil mahal yang dimiliki orang para penduduknya.

Saya sendiri sudah sempat melihat-lihat beberapa Desa (Gampong) di Pidie, dan sepertinya desa Rambong memang boleh dibilang desa yang lebih bagus infrastrukturnya, dan juga banyak dari penduduknya yang telah berhasil mengumpulkan uang, namun demikian, desa tetaplah desa, artinya masih ada warganya yang menjadi petani, masih banyak sawah-sawah disini, masih banyak juga rumah-rumah Aceh-nya, dan tentunya udara pedesaan yang tetap segar.

Jalan didepan rumah di Desa Rambong
" perpaduan antara pedesaan dan sedikit kota :) "

Oh ya.. selain dikenal dengan kawasan para perantau, Pidie juga menjadi terkenal karena pernah menjadi pusat dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM), banyak para tokoh-tokoh pendiri GAM yang berasal dari Pidie, dan juga ketika masa-masa konflik dulu, Pidie menjadi salah satu kawasan yang paling ‘seram’ !

Saya masih ingat cerita Ibu saya yang ketika itu sempat pulang kampung pada masa-masa konflik dulu, pernah suatu saat ketika sedang memasak didapur, tidak sengaja ada panci yang tersengol sehingga jatuh ke lantai yang secara otomatis menimbulkan suara ‘panci jatoh’ dan ketika itu juga secara refleks para penghuni rumah yang mendengar bunyi ‘panci jatoh’ langsung serentak tiarap di lantai ! karena dikira suara peluru.

Mungkin teman-teman ada yang ngga percaya, tapi itulah yang memang terjadi pada waktu itu, belum lagi cerita sepupu saya yang sedang belajar dikelas harus terganggu oleh bunyi-bunyi baku tembak antara TNI dan GAM dan tidak hanya bunyi-bunyi saja, sesekali ada lah satu dua peluru nyasar menghantam dinding-dinding sekolah. Mungkin kira-kira begitulah gambaran suasana konflik di Pidie ketika itu.Tapi itu dulu, sekarang Alhamdulillah perdamaian telah merubah kehidupan disini.

Oke deh Mungkin ini aja dulu yang bisa saya tulis, sekedar pengantar tentang profil singkat Desa Rambong, kampung “beneran” saya, dan juga sekedar postingan perdana, setelah hampir sebulanan menelantarkan blog ini, sampai juga diposting berikutnya yaa.. ^.^