Thursday, December 13, 2007

1 Tahun di Aceh & 1 Tahun Nge-Blog

Tak terasa 1 tahun sudah saya berada di Aceh, tepatnya (minggu lalu) hari Minggu tanggal 09 Desember 2007 kemarin adalah hari dimana saya telah menggenapkan 365 hari menjalani hidup di Aceh, “Muallaf di Kampung Sendiri” mungkin itulah gambaran singkat dari perjalanan saya selama satu tahun di Aceh.

Masih ingat dalam ingatan saya ketika awal-awal Ibu saya menyuruh saya untuk pergi ke Aceh, ketika itu Saya yang selama ini terdoktrin bahwa Jakarta adalah segala-segalanya langsung menolak keras perintah Ibu saya, bahkan ketika itu sempat terlontar dari mulut saya “Fatah kan bukan orang Aceh lagi !!!” (hampir saja saya murtad), ketika itu, saya yang lahir dan besar di Jakarta merasa bahwa saya ini adalah orang Jakarta ‘tulen’, Jakarta adalah tempat saya lahir, besar, hidup dan mati, titik !!

Sungguh ketika itu berat bagi saya untuk meninggalkan Ibukota, tetapi toh pada akhirnya saya nurut juga sama Ibu saya karena perintah orang tua bagaimana pun juga harus tetap dijalankan kan ?? hingga akhirnya saya membuat semacam perjanjian “win win solution” dengan Ibu saya, bahwa saya hanya akan ’stay’ di Aceh selama 3 bulan saja, tidak lebih dan tidak kurang. Dan misi utama saya adalah untuk menemani kakak yang sudah di Aceh duluan, dan juga mencari kerja ‘singkat’ setelah ‘kegagalan’ saya berwiraswasta ketika itu.

Namun, begitu sampai di Aceh, seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan, tiga bulan tanpa disadari berlalu begitu saja, MOU 3 bulan pun akhirnya gagal total !!, ada beberapa faktor yang membuat MOU itu gagal, pertama, ternyata selama 3 bulan, saya belum dapat pekerjaan, kedua tidak ada subsidi dari Jakarta untuk beli tiket pesawat balik ke Jakarta, dan faktor ketiga adalah karena Jatuh Cintanya saya sama Serambi Mekkah !!

Sangat sangat diluar dugaan sebelumnya, ternyata tidak butuh waktu lama untuk membuat saya Jatuh Cinta pada pesona Aceh, tiba-tiba saja saya begitu sangat enjoy dengan segala macam bentuk yang berbau Aceh, mulai dari saudara-saudara saya yang ternyata banyak banget !! budaya-nya, Mie Aceh-nya, Gempa-gempanya, situs-situs Tsunaminya, Rumah-rumah Acehnya sampai ke kehidupan pedesaan-nya.

Memang selama ini saya lebih banyak menghabiskan waktu di Kota Banda Aceh (kota yang banyak Siti Nurhaliza-nya), tetapi bukan berarti saya hanya menikmati kehidupan kota-nya saja, karena setiap kali ada kesempatan untuk menjelajahi desa-desa saya tidak akan pernah menyia-nyiakannya untuk menikmati kehidupan pedesaan dan tentunya tidak lupa untuk mendokumentasikan-nya :)

Intinya sih.. “Aceh I’m In Love !!” dan itulah dorongan yang membuat saya seperti menjadi seorang Muallaf yang sedang belajar bagaimana caranya sholat dan mengaji, sekarang, saya mulai belajar bahasa Aceh sedikit demi sedikit, mulai mencari tahu budaya-budaya Aceh, mulai mendokumentasikan hal-hal yang berbau Aceh, dan yang saya harapkan sih.. melalui blog ini saya bisa mempromosikan ke semua orang bahwa Nanggroe Aceh Darussalam adalah provinsi yang damai, indah, penuh dengan sejarah gemilang, dan tentunya penuh dengan segala keunikannya.

1 Tahun Nge-Blog
Satu tahun di Aceh itu juga berarti 1 tahun sudah saya sudah menjadi seorang Blogger, Aceh dan Blog bagi saya adalah suatu hal yang tidak dapat terpisahkan, karena Aceh-lah saya jadi nge-Blog, dan dengan media Blog-lah saya me-record perjalanan saya selama di Aceh.

Walaupun sudah 1 Tahun nge-Blog, tapi rasa-rasanya saya ini masih belum apa-apa dibanding teman-teman sesama blogger lainnya, alasan pertama karena pengetahuan saya tentang blog yang masih sangat minim, akses internet yang masih sangat terbatas, jarang update dan masih banyak lagi kelemahan-kelemahan lainnya. Tapi toh dengan berbagai kelemahan tersebut Saya tetap nge-blog !

Karena pada akhirnya yang terpenting bagi saya adalah saya tidak kehilangan sejarah saya sendiri, kalau soal jumlah pengunjung adalah nomor ke-sekian. Syukur-syukur sih dua-duanya bisa dapat, karena jika memang banyak pengunjung, itu kan juga berarti banyak juga yang bisa melihat-lihat Aceh walaupun hanya kulitnya saja ^^

Memasuki tahun kedua, pastinya saya akan terus memperbaiki segala-galanya, mulai dari isinya, gaya penulisan, rutinas update, dan juga lebih giat lagi mengali cerita-cerita tentang hal-hal yang berbau Aceh, dan ter-khusus untuk “Aceh True Tsunami Story” saya sih berharap tahun ini bisa lebih banyak lagi dari tahun kemarin, karena tahun kemarin saya hanya bisa dapat dua cerita saja, “Save By The Jaguar” dan “Save By The Spiderman”. Doa kan saja mudah-mudahan tahun ini bisa dapat lebih banyak lagi…

Terakhir, saya ingin berterima kasih kepada seluruh teman-teman yang sudah sudi mampir ke Blog yang sangat ‘cupu’ ini, dan terima kasih juga atas jalinan pertemanannya walaupun kita harus dipisahkan oleh jaringan internet, sekali lagi “Trimong Geunaseh !!”

Keep on Blogging !!!


Note : Sebenarnya sih saya mulai nge-blog awal Januari tapi biar lebih gampang inget, disamain aja sama tanggal saya datang ke Aceh :)

Friday, December 7, 2007

Kenapa Labi-Labi Diaries ??

Pertanyaan akhir-akhir ini mulai muncul lagi dari beberapa teman saya, baik sesama blogger ataupun teman saya yang memutuskan untuk tidak nge-blog tetapi beberapa kali sempat mengunjungi blog ini, mereka rata-rata bingung bercampur heran ketika melihat judul Blog ini, “kok judul-nya Labi-Labi Diaries ya ??” walaupun sebenarnya sih lebih banyak pernyataan “Labi-Labi apaan sih ??” ^^

Oke ! First thing first, Labi-Labi itu pastinya bukan nama binatang, bukan juga nama makanan, Labi-labi itu…percaya atau tidak.. adalah nama sebutan buat Angkutan Umum di Aceh. Kalau di Jakarta ada Mikrolet, di Aceh punya Labi-Labi, dan kalau Mikrolet biasanya mobilnya Kijang, maka Labi-labi biasanya mobilnya bermerek Suzuki.

Bagi masyarakat Aceh, khususnya yang tidak memiliki kendaraan pribadi, Labi-Labi adalah pilihan dan sarana utama untuk menjelajahi kota, begitupun Saya. Bagi Saya Labi-Labi adalah bagian penting dari kehidupan Saya di Aceh, disaat banyak teman-teman Saya yang selalu menasehati Saya untuk membeli Sepeda Motor, namun saya tetap ngotot untuk tetap menjadi seorang pengguna setia transportasi umum dan juga sebagai seorang ‘pedestrian’ yang selalu riang dan gemira berjalan kaki ;) (keanehan saya no. 5..)

Dengan kata lain, Labi-labi adalah kendaraan yang selalu Saya andalkan untuk menjejelajahi Aceh, khususnya Kota Banda Aceh dan sekitarnya..

Oke..Sekarang kembali ke pertanyaan awal, “Kenapa Labi-Labi Diaries ??” sebenarnya sih jawabannya simple aja.. ceritanya berawal ketika pada awal-awal saya berniat untuk mulai nge-blog, ketika itu didalam pikiran saya sudah ada konsep untuk mengisi content blog ini dengan komposisi 99% content yang ada hubungannya dengan Aceh, dan setelah selesai urusan dengan konsep content, berarti tinggal menentukan judulnya dan register ke Blogger.

Nahh.. Pada saat-saat itulah saya mengalami kebimbangan untuk menentukan judul yang pas, awalnya sempat kepikiran untuk memberi judul seperti “My Aceh Stories”, “My Rencong Stories”, atau “My Nanggroe Stories”, tapi entah kenapa disaat-saat terakhir saya hampir memilih satu dari tiga kandidat judul tersebut, tiba-tiba saja, Saya berpindah haluan ke Judul lain.

Pada waktu itu secara tidak sengaja saya membaca kutipan dari sebuah buku yang isi-nya menjelaskan bagaimana seorang tokoh yang sangat terkenal menuliskan kisah perjalanan hidupnya ketika menjelajahi Amerika Selatan dengan sepeda motor-nya (motorcycle), dan kisah tersebut diabadikan dalam sebuah Diary yang pada akhirnya Diary tersebut diberi nama “Motorcycle Diaries” !!

Tapi jangan salah persepsi dulu..walaupun judul blog saya terinspirasi dari beliau, tapi saya ini bukan fans beratnya beliau loh.. bahkan saya pun tidak tahu banyak tentang beliau, tapi walaupun saya ini tidak tau apa-apa tentang tokoh yang satu ini, saya punya firasat, mungkin saja seandainya beliau dulu pernah menjelajahi Aceh dengan mengunakan Labi-Labi, bisa jadi Diary-nya juga akan berjudul “Labi-labi Diaries” :)

Sunday, November 25, 2007

Perang Lebaran (2) : Meriam Garut !!

Judul diatas tidak saya tambahkan kalimat “Cerita dari Rambong”, karena memang cerita ‘peperangan’ kali ini bukan berasal dari Desa Rambong, melainkan dari sebuah Desa di Pidie (masih kampung saya juga) yang bernama Desa Garut.

---

Ketika Lebaran tiba, tidak anak-anak saja yang memiliki tradisi “Perang Lebaran”, disini (Desa Garut) mulai dari anak-anak sampai orang tua pun terlibat dalam “peperangan” ini, tapi lagi-lagi tidak perlu khawatir, karena perang ini tidak akan menimbulkan korban nyawa, walaupun bisa jadi akan menimbulkan banyak “korban” rusaknya pendengaran.

Perang yang satu ini, walaupun tidak menggunakan peluru tajam, tapi bunyi yang ditimbulkan akibat perang ini bagaikan Bom Nagasaki-Hirosyima, perang yang saya maksud adalah “Perang Meriam Bambu !!” inilah perang-perangan ala Desa Garut, setiap kali Malam Takbiran datang, maka penduduk Desa ini selalu membuat Meriam Bambu yang walaupun tidak ada pelurunya tapi setiap kali Meriam ini dinyalakan maka siap-siap saja kita menutup kedua telinga kita serapat-rapatnya.


Meriam Bambu

Desa ini setau saya (belum yakin banget) dipisahkan oleh sebuah sungai, sehingga pertempuran antara dua kubu pun juga dipisahkan oleh sungai, yang satu disebarang sana yang satunya lagi disebelah sini, kalau diibaratkan mungkin seperti situasi Perang Dunia ke-2 dimana pasukan Sekutu berusaha merebut jembatan penting yang dipertahankan oleh pasukan Jerman.

Karena perang ini tidak memakai peluru, tolak ukur yang dipakai untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah ditentukan oleh siapa yang paling besar suara meriamnya, karena ini inti dari Meriam Bambu tersebut adalah menciptakan suara ‘BUUUUMMM !!!” se-keras-kerasnya !! indikatornya yang menjadi pemenang adalah tepukan para penonton (yang tidak hanya dari desa Garut saja karena pertunjukkan spektakuler ini juga menjadi tontonan bagi para penduduk desa-desa lainnya), siapa yang bisa menghasilkan suara paling besar maka penonton pun akan langsung memberikan applause, begitu pula sebaliknya siapa yang menghasilkan suara yang ‘melempem’, maka siap-siap saja diberi teriakan “Huuuuuuu….” oleh para penoton, tapi pada akhirnya sih sebenarnya tidak ada yang kalah dan yang menang karena semuanya hanya untuk senang-senang saja.


Anak-anak kecil juga dilibatkan loh !!!

Sebenarnya yang menjadi “Weapon of Mass Destruction” dalam perang ini tidak hanya meriam bambu saja, ada lagi yang senjata yang lebih powerful (tapi saya ngga ada fotonya), saya sendiri tidak tau nama senjatanya apa, yang saya tau hanya cara membuatnya, yaitu dengan membuat lubang ditanah dan ditanah tersebut akan ditanam sebuah “tong” yang didalam tong tersebut akan di isi karbit dan setelah terisi karbit langsung dinyalakan dengan obor.

Begitu dinyalakan, suara sekeras Bom Atom pun akan langsung Menggelegar !!! bukan hanya itu, senjata ini lebih dari sekedar menghasilkan bunyi keras saja, getaran yang diakibatkan oleh senjata yang ditanam ke tanah ini bisa menghasilkan “gempa lokal” bagaikan gempa berkekekuatan 3,5 scala richter (kira-kira) !! ini cukup membuat mobil-mobil disekitar, bangungan-bangunan disekitar dan juga jembatan disekitar arena pertempuran akan merasakan sedikit getaran..


Salah satu jembatan didekat arena pertempuran. Jika sedang lewat sini, siap-siap saja merasakan getaran disertai angin kencang bagaikan angin yang dihasilkan oleh kipas raksasa.

Sisi Negatif-nya
Perang ini memang penuh dengan adrenaline rush !! menyenangkan !! , dan tentunya sangat mengibur !! namun ada beberapa sisi negatif dari tradisi ini yang saya kurang setuju, pertama perang ini diadakan ketika malam takbiran, sehingga pada saat itu di Desa Garut suara Takbiran dimesjid-mesjid ataupun di Meunasah-Meunasah kalah telak dengan suara dari Meriam-meriam tersebut.

Yang kedua, perang ini memakan biaya yang cukup mahal, kalau menurut sepupu saya, hampir setiap pengusaha Garut yang merantau akan dimintai jatah sebesar 1-5 jutaan untuk dibelikan karbit !! dan jika diestimasi total biaya ini bisa memakan biaya sampai puluhan juta rupiah !! sayangkan jika uang-uang tersebut hanya menjadi ‘suara’ saja ?? Mungkin jika memang bangsa ini sudah makmur..bolehlah !! tapi kita kan belum makmur… :(

Mungkin jalan keluar terbaik adalah, pertama, adakan perang ini setelah malam takbiran, agar tidak mengganggu kegiatan takbiran di Masjid-Masjid atau di Meunasah-Meunasah, dan sebagai gantinya adakan suatu kegiatan yang lebih ‘takbiran’ atau lebih ke-arah ‘sedih’ kita ketika ditinggal Ramadhan, usulan saya yang kedua, jadikan kegiatan ini sebagai sesuatu yang menjual bagi para turis “domestik” atau jika mungkin turis “mancanegara”, sehingga uang yang dibeli untuk karbit dengan sendirinya akan balik modal dengan pendapatan dari para pedagang-pedangang Desa Garut yang berjualan kita para turis-turis itu mendatangi “War Zone”.

Tapi masalahnya emangnya ada yang mau dengerin usulan saya :(

Sunday, November 18, 2007

Cerita dari Rambong (6) : PERANG LEBARAN (1) !!!

Siapa bilang Aceh sudah damai !! buktinya setiap kali Lebaran datang, selalu saja terjadi peperangan antar Anak Desa !!
----

Beberapa tahun terakhir ini, sebagian wilayah Aceh memiliki tradisi baru yang cukup unik, yaitu Berperang ketika Lebaran !!! tapi tenang saja, walaupun berperang tapi tidak akan ada korban jiwanya, karena yang berperang itu Anak-anak Desa yang hanya bersenjatakan “senjata mainan” ^.^

Tapi permainan ini bukan permainan perang-perangan biasa !! karena Permainan ini melibatkan RATUSAN atau bahkan RIBUAN (hiperbola dikit) anak Aceh, dan uniknya walaupun jumlah pemainnya sangat banyak, namun permainan ini tidak menjadi kocar-kacir (tidak beraturan), justru sebaliknya permainan ini sangat terorganisir, karena para pemainnya membuat kelompok-kelompok kecil yang biasanya pengelompokannya berdasarkan asal Desanya masing-masing.

Kemudian kelompok-kelompok kecil itu nanti dengan sendirinya akan membuat 2 Tim Besar !! Tim yang Pertama adalah “Tim Penyerbu”. Tim Penyerbu adalah Tim yang akan melintasi jalan-jalan raya dengan kendaraan tempurnya (bisa becak, mobil pickup, labi-labi, atau dump truck) untuk mencari para “musuh”, dan ketika sudah bertemu dengan “musuh” tentunya serangan secara sporadis pun akan segara dilancarkan oleh Tim Penyerbu.

Laskar Rambong dengan kendaraan tempurnya (becak) siap untuk menyerbu “musuh” dari desa-desa lain…

Selain becak, mobil pick up juga bisa jadi kendaraan tempur..

Sedangkan Tim yang kedua adalah “Tim Penyergap” tim ini tidak menggunakan kendaraan tempur, namun mereka secara berkelompok biasanya menunggu di pinggir-pinggir jalan di depan desanya untuk siap-siap menyerang “Tim Penyerbu” yang sering melintas dengan kendaraan tempurnya.

Tim Penyergap siap menyergap Tim Penyerbu yang sering melintas di jalan dengan kendaraan tempurnya…

Sehingga begitu kedua Tim ini bertemu dijalan maka baku tembak pun tak terelakkan lagi, dan untuk menambah suasana lebih berbau peperangan, tidak sedikit dari prajurit-prajurit ‘cilik’ yang membawa petasan banting, sehingga bunyi-bunyi petasan ditambah dengan baku tembak peluru-peluru plastik rasanya sudah cukup membuat mereka serasa berada dalam “Perang Dunia ke-3”.

Pemandangan unik ini dapat disaksikan selama Libur Lebaran, dan jalur yang paling “rawan” adalah jalur Banda Aceh-Medan yang jaraknya bisa puluhan kilometer atau mungkin ratusan kilometer, di jalur ini hampir setiap beberapa ratus meter saja pasti ada saja terjadi ‘peperangan’ antar kedua kubu (tim), makanya saya tidak berlebihan jika menyebutkan jumlah pemainnya bisa mencapai Ratusan atau bahkan Ribuan Anak, karena memang permainan ini sudah menjadi semacam tradisi di sebagian wilayah Aceh yang selalu diadakan setiap kali Liburan Lebaran datang.

Jadi kalau begini terus !! kapan Aceh bisa damai donk ?? ^^

Friday, November 16, 2007

Cerita dari Rambong (5) : Tiga Versi Tata peLetakan “Rumoh Aceh”

“ Sesuai janji saya sebelumnya, sekarang saatnya keluar dari ‘dapur’ rumah, untuk jalan-jalan sedikit di Desa Rambong :) “
---


Misi jalan-jalan kali ini dikhususkan untuk ‘studi wisata’ tentang “Rumoh Aceh” (rumah tradisional masyarakat Aceh) tentunya saya tidak akan menjelaskan secara lengkap dan detail tentang Rumoh Aceh di posting ini, mengingat pengetahuan saya tentang Rumoh Aceh masih sangat minim.

Jadi…Sesuai dengan judulnya “3 Versi Tata peLetakan Rumoh Aceh” (judul yang aneh..) saya ingin menyampaikan hasil “studi wisata” di Desa Rambong yang ada hubungannya dengan “Bagaimana orang Aceh meletakkan Rumah Tradisionalnya di Era keKiniaan” (kok mirip-mirip judul skripsi ya…??)

1. Rumoh Aceh menjadi satu-satunya Rumah.
Walaupun sekarang zamannya rumah beton, tapi bagi sebagian masyarakat Aceh, Rumoh Aceh yang terbuat dari kayu dan beratapkan daun rumbia tetaplah menjadi pilihan utama, biasanya hal ini terjadi karena memang dari sang pemilik rumah adalah para sesepuh yang masih memegang kuat tradisi dan memang tinggal dan hidup di pedesaan. Dan kemungkinan kedua adalah biasanya si pemilik rumah tidak memiliki kemampuan finansial untuk membuat rumah dari Beton, sehingga Rumoh Aceh yang tidak memakan biaya mahal menjadi pilihan..

Rumoh Aceh ini 99,9% asli Rumoh Aceh, artinya hampir tidak ada unsur-unsur modern dalam rumah ini..

2. Rumoh Aceh yang ditempel (bersatu) dengan rumah Beton
Biasanya model seperti ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya faktor ekonomi dari si pemilik Rumoh Aceh, sehingga dengan kemampuan finansial yang cukup, si pemilik rumah dapat membuat rumah baru yang berbahan beton, namun karena si pemilik rumah masih memiliki perasaan ‘cinta’ dengan Rumoh Acehnya, ditempel-lah rumah Beton dengan Rumoh Aceh sehingga menjadi satu rumah.

Salah satu Rumoh Aceh yang ditempel dengan Rumah beton

3. Rumoh Aceh terpisah dengan rumah beton (belum punya foto-nya)
Maksudnya terpisah disini adalah dalam satu halaman ada dua rumah, yang satu rumah dari beton, yang satunya lagi Rumoh Aceh. Nahh kalo ini ada dua kemungkinan.. kemungkinan pertama, ada orang yang awalnya tinggal di Rumoh Aceh, dan pada saat kebetulan ada rezeki, akhirnya dibuatlah rumah beton, tapi tidak ditempel dengan Rumoh Aceh, melainkan dibuat bersebelahan dengan Rumoh Acehnya.

Kemungkinan kedua, awalnya ada orang yang sudah punya rumah beton, dan kebetulan ada rezeki dan memiliki keinginan punya Rumoh Aceh dengan alasan “belum lengkap jika orang Aceh tidak punya Rumoh Aceh” akhirnya dibuatlah Rumoh Aceh bersebelahan dengan Rumah Beton… biasanya fenomena ini terjadi pada orang-orang yang secara finansial lebih dari cukup, jadi membuat Rumoh Aceh lebih kepada unsur kepuasan batin dan juga sebagai upaya pelestarian budaya nenek moyang.

Walaupun ‘studi’-nya hanya mengambil sample “Desa Rambong” tapi Insya Allah ini sudah cukup untuk bisa menjelaskan secara singkat tentang bagaimana orang Aceh meletakkan Rumah Tradisionalnya.

Dan untuk pembahasan lebih lengkap tentang rumah Aceh, Insya Allah nanti coba saya lengkapi diposting-posting yang akan datang ya !! *soalnya harus ngumpulin foto-foto dan informasi-informasi yang lebih lengkap & akurat dulu nih :)

Friday, November 9, 2007

Cerita dari Rambong (4) : “Lontong” Made In Rambong

Sebelumnya maaf nih kalau postingan ini masih seputar urusan dalam “Rumah”, belum mau keluar rumah nih… Insya Allah setelah posting ini saya ajak main-main keluar deh 
Memang kalau dipikir-pikir orang desa itu lebih “mandiri” daripada orang kota, mulai dari masalah Sandang, Pangan, sampai Papan, rata-rata kehidupan mereka sehari-hari diurusi dengan cara-cara yang unik dan tidak terlalu rumit ! dan satu lagi contoh kemandirian ala orang desa (Rambong) yaitu dengan membuat Lontong sendiri alias tidak harus beli, khususnya ketika Lebaran tiba !

Ternyata membuat lontong sendiri itu tidak terlalu susah loh, pertama sediakan beras, air *kalau tidak salah*, dan daun pisang, setelah sudah siap dengan bahan-bahannya, tinggal dimasukkan saja semuanya ke dalam cetakan lontong, dan rebus hingga matang !! setelah matang, itu artinya lontong sudah siap dikeluarkan dari cetakan lontong, dan lontong pun siap untuk disajikan

1. Cetakan Lontong
Masukkan beras,daun pisang dan sedikit air *kalau tidak salah*, trus langsung direbus !!

2. Setelah matang, tinggal dikeluarin dari cetakannya !!

3. Jangan lupa lontongnya dicampur dengan Kuah Lontong yang dibuat di dapur khusus berbahan bakar kayu :)

Beras dari sawah sendiri, lontong dibuat sendiri, bahan bakarnya dari kayu punya sendiri, inilah “Lontong” Made In Rambong siap untuk dimakaaaaannnn !!

Saturday, November 3, 2007

Cerita dari Rambong (3) : Kompor Energi Kayu

Disaat pemerintah sedang sibuk-sibuknya mengupayakan konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji guna mencari solusi seputar masalah ke-Energiaan di Negeri kita ini, ternyata disini para penduduk yang tinggal dipedesaan (termasuk di Desa Rombong) sudah lebih dulu memiliki ide konversi minyak tanah, bahan baku yang digunakan itu sendiri adalah Kayu Bekas yang bisa dijadikan energi sebagai pengganti minyak tanah (khususnya dalam urusan dapur)

Untuk itulah di Rumah orang tua Saya di Desa Rambong memiliki 2 (dua) buah dapur, dapur yang pertama kompornya menggunakan Gas Elpiji, dan dapur yang ke dua kompornya menggunakan bahan bakar Kayu Bekas.

Panci boleh item, tapi rasa kuah lontongnya ituloh !! maknyus !!

Memang biasanya dapur khusus ini lebih sering dipakai untuk memasak air, tapi bukan berarti hanya bisa dipakai untuk memasak air saja, masak-masak lainnya juga bisa. Insya Allah dengan adanya dapur khusus ini penghematan bahan bakar rumah tangga bisa dilakukan secara signifikan, itu artinya walaupun tetap memakai kompor gas tapi pengeluaran untuk membeli gas elpiji bisa ditekan !

Selain Kayu, sabut kelapa pun bisa dijadikan bahan bakar memasak didapur khusus tersebut.

Tidak perlu khawatir kehabisan kayu, kalau kurang tinggal ambil dibelakang rumah aja ! masih banyak persediaan kok !!

Ide yang bagus bukan ? memang terkadang kita suka terheran dengan orang-orang di Desa yang walaupun mereka mikirnya ngga rumit-rumit amat (sederhana), tapi kadang-kadang mereka punya cara yang cerdas untuk mengatasi masalah kehidupan sehari-harinya, gimana ? tertarik punya dapur khusus dirumah ???

Monday, October 29, 2007

Cerita dari Rambong (2) : Rumoh Ureng Chik Lon

“Rumoh Ureng Chik Lon” itu artinya = “Rumah Orang Tua Saya”, kalo melihat dari judulnya tentunya sudah ketebak maksud dari judul ini adalah saya ingin bercerita sedikit tentang rumah orang tua saya (Ibu) saya atau juga rumah nenek saya yang tentunya juga sudah menjadi bagian (bukan pemilik) dari “rumah” saya juga ^.^, rumah yang berada di Desa Rambong (Kabupaten Pidie) ini adalah rumah yang saya inapi selama saya berlebaran di Desa Rambong.

Mungkin banyak yang bertanya-tanya, “ngapain sih cerita tentang rumah ?” yaaa.. mungkin… karena rumah disini tidak seperti rumah-rumah di perkotaan !! disini rata-rata rumahnya punya ciri khas tersendiri, dan dari sekian banyak ciri khas, melalui posting kali ini saya cuma ingin kasih liat 4 ciri khas dari rumah ini.

Ini dia nih rumahnya

Sekilas, tidak ada yang luar biasa dengan rumah ini, tapi kalo diperhatikan lebih dalam lagi, rumah ini lebih banyak material kayu-nya dari pada betonnya, inilah ciri khas yang pertama.

Sebagian besar rumanya bahannya dari kayu, tapi yang hebatnya kayu ini walaupun sudah berumur puluhan tahun tapi masih tetap kokoh dan tidak dimakan rayap ! hebat kan !!

Ciri khas kedua, rumah ini dilengkapi dengan kandang Ayam + Bebeknya, tapi bukan berarti penghuni rumah ini setiap hari akan makan daging ayam atau daging bebek, karena biasanya bebek-bebek dan ayam-ayam itu disimpan untuk dihidangkan (disembelih) pada hari-hari penting dimana ada “Kenduri”nya, seperti Hari Lebaran Idul Fitri, Lebaran Haji, atau event-event tertentu lainnya.

Ini nih kandang bebek & ayamnya !!
Waktu itu Ibu saya sempet minta untuk tidak dipelihara lagi, soalnya takut kena Flu Burung, tapi akhirnya tetep dipelihara juga tuh :(

Bebek atau Ayam saja belum cukup tentunya belum cukup, namanya orang Indonesia, kalo makan belum lengkap kalo cuma lauknya doang, harus ada nasinya bukan ? nahh kalo soal nasi kami disini ngga perlu khawatir keabisan, soalnya dirumah ini ada se-Gudang Beras yang bisa dimakan untuk se-Tahunan. Inilah ciri khas yang ketiga “Gudang Beras” di dalam rumah

Ini nih..Gudang Persediaan Beras yang dihasilkan dari sawah yang tidak jauh dari rumah, nanti kalo udah akhir tahun, sisa dari beras yang dimakan akan di-Jual, dari situlah para petani disini akan mendapatkan pendapatan tahunannya *kalo ngga salah sih gitu*

Ciri khas berikutnya adalah adanya WC diluar rumah. Saya masih ingat terakhir Saya kesini 10 tahun yang lalu, kalo udah malem Saya tuh selalu berusaha untuk tidak banyak makan atau minum banyak, soalnya takut kalo harus malem-malem buang air, soalnya 10 tahun yang lalu WC nya cuma ada di luar rumah doang. Dah gitu kalau malam tiba, suasana diluar pun akan menjadi gelap banget alias seram. Makanya saya ngga berani keluar :(

WC nya diluar oi !!

Didalamnya ternyata masih ada sumur-tua yang kalo mau ngambil air harus ngambil dulu pake ember yang diiket pake tali… cape deh ^.^

Sebenarnya masih banyak lagi keunikan-keunikan lainnya dari rumah ini yang membuat rumah ini ndeso banget deh !! tapi itu bukan berarti saya ngga betah tinggal disini ! justru sebaliknya suasana rumah yang ndeso banget itulah yang membuat saya betah tinggal disini, jadi kalo t suatu saat nanti sedang main-main ke Pidie jangan lupa ya mampir ke rumah ya :)

Thursday, October 25, 2007

Cerita dari Rambong (1) : Pulang Kampung Beneran !

Wahhhhh…. senangnya akhirnya bisa kembali nge-Blog, setelah kurang lebih seBulanan ngga nongol, Oh Ya..sebelumnya…mumpung masih di bulan Syawal, Fatah pengen ngucapin Selamat Idul Fitri 1428 H (telat banget ngga sih ?) Mohon Maaf atas segala kesalahan, baik itu berupa komentar-komentar yang agak menyingung ataupun tidak sempatnya Saya membaca dan memberi komentar pada teman-teman blogger semua :)

Masih dalam suasana Lebaran, saya pengen cerita dikit nih tentang perjalanan lebaran Saya kemarin, kebetulan Lebaran kemarin saya berkesempatan pulang ke kampung yang “beneran”, maksudnya “beneran” itu soalnya walaupun secara fisik saya sudah tinggal di Aceh, tapi karena sehari-hari tinggalnya di pinggiran Banda Aceh jadinya belom bisa dibilang pulang kampung “beneran”, karena Banda Aceh itu mirip-mirip kota Jakarta, tempat dimana para perantau asal daerah Aceh lainnya mencari kerja.

Nahh kebetulan Bapak-Ibu saya itu berasal dari desa “Rambong”, Kecamatan Beurneun, Kabupatan Pidie yang Ibukotanya Sigli, jadi kesimpulannya, Ibu-Bapak saya itu bisa dibilang sebagai orang Sigli, atau bisa juga dibilang sebagai orang Pidie, atau juga orang Beurneun, atau juga bisa dibilang orang Rambong, atau mau dibilang orang Aceh juga bisa :)

Pidie sendiri adalah suatu kawasan (kabupaten) yang terkenal akan orang-orangnya yang jago merantau dan jago berbisnis (berdagang), banyak orang Pidie yang sukses merantau (baik ke Banda Aceh, ataupun ke Kota-kota besar), dan juga sukses berdagang, salah satu orang Pidie yang merantau yaaa…Bapak saya, itulah sebabnya saya menjadi orang Aceh yang ngga bisa bahasa Aceh, karena Ibu saya melahirkan dan membesarkan Saya di Jakarta (tempat rantauannya orang tua).

Desa Rambong, sebuah desa yang besarnya hampir mirip komplek pajak kemanggisan (tempat saya tinggal di Jakarta) atau komplek-komplek lain di-Jakarta adalah salah satu desa di Pidie yang bisa dibilang sudah menjadi desa yang maju atau desa yang modern, salah satu indikatornya adalah banyaknya rumah-rumah beton yang dibangun, jalan yang sudah diaspal dan juga mobil-mobil mahal yang dimiliki orang para penduduknya.

Saya sendiri sudah sempat melihat-lihat beberapa Desa (Gampong) di Pidie, dan sepertinya desa Rambong memang boleh dibilang desa yang lebih bagus infrastrukturnya, dan juga banyak dari penduduknya yang telah berhasil mengumpulkan uang, namun demikian, desa tetaplah desa, artinya masih ada warganya yang menjadi petani, masih banyak sawah-sawah disini, masih banyak juga rumah-rumah Aceh-nya, dan tentunya udara pedesaan yang tetap segar.

Jalan didepan rumah di Desa Rambong
" perpaduan antara pedesaan dan sedikit kota :) "

Oh ya.. selain dikenal dengan kawasan para perantau, Pidie juga menjadi terkenal karena pernah menjadi pusat dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM), banyak para tokoh-tokoh pendiri GAM yang berasal dari Pidie, dan juga ketika masa-masa konflik dulu, Pidie menjadi salah satu kawasan yang paling ‘seram’ !

Saya masih ingat cerita Ibu saya yang ketika itu sempat pulang kampung pada masa-masa konflik dulu, pernah suatu saat ketika sedang memasak didapur, tidak sengaja ada panci yang tersengol sehingga jatuh ke lantai yang secara otomatis menimbulkan suara ‘panci jatoh’ dan ketika itu juga secara refleks para penghuni rumah yang mendengar bunyi ‘panci jatoh’ langsung serentak tiarap di lantai ! karena dikira suara peluru.

Mungkin teman-teman ada yang ngga percaya, tapi itulah yang memang terjadi pada waktu itu, belum lagi cerita sepupu saya yang sedang belajar dikelas harus terganggu oleh bunyi-bunyi baku tembak antara TNI dan GAM dan tidak hanya bunyi-bunyi saja, sesekali ada lah satu dua peluru nyasar menghantam dinding-dinding sekolah. Mungkin kira-kira begitulah gambaran suasana konflik di Pidie ketika itu.Tapi itu dulu, sekarang Alhamdulillah perdamaian telah merubah kehidupan disini.

Oke deh Mungkin ini aja dulu yang bisa saya tulis, sekedar pengantar tentang profil singkat Desa Rambong, kampung “beneran” saya, dan juga sekedar postingan perdana, setelah hampir sebulanan menelantarkan blog ini, sampai juga diposting berikutnya yaa.. ^.^

Sunday, September 9, 2007

MARHABAN YA RAMADHAN !!

HAI ORANG-ORANG YANG BERIMAN, DIWAJIBKAN ATASMU BERPUASA SEBAGAIMANA YANG DIWAJIBKAN ATAS ORANG-ORANG YANG SEBELUM KAMU, AGAR KAMU BERTAQWA.
AL-BAQARAH : 183.
Udah mau bulan Ramadhan (puasa) nih... fatah pengen ngucapin Selamat Menunaikan Ibadah Puasa dan Mohon Maaf atas Segala kesalahannya.. Semoga kita bisa memaksimalkan untuk beribadah di Bulan Ramadhan kali ini. Amin !!

Friday, August 31, 2007

NIDJI batal Konser di Banda Aceh

Seinget saya, belum pernah sebelumnya Saya membahas tentang penerapan Syariat Islam di Aceh melalui Blog ini, mungkin bisa jadi, ini adalah posting perdana saya seputar penerapan Syariat Islam di Aceh, walaupun kalau di liat dari judulnya, sekilas tidak ada kaitannya dengan penerapan Syariat Islam disini.

Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya di berbagai media-media, minggu lalu sempat terjadi peristiwa yang cukup menghebohkan dan bahkan cukup menjadi headline-headline di berbagai media, kejadian itu adalah ketika Group Band yang sedang naik daun, “NIDJI”, gagal menggelar konser di Aceh.

Walaupun beritanya tergolong sudah agak ‘basi’, tapi berhubung banyak berita-berita yang berkembang lebih ke-arah penilaian yang terlalu menyudutkan Penerapan Syariat Islam di Aceh, dan juga seolah-olah menyudutkan Syariat Islam mencerminkan “Ekstrimisme”. Makanya melalui posting ini Saya coba untuk meluruskan sedikit wacana yang menurut saya agak-agak meruncing kepada ‘Anti’ Syariat Islam.

Ceritanya berawal ketika “Djarum Black” mengadakan konser “One Nation Concert 2007” dengan menghadirkan “NIDJI” sebagai bintang tamu utamanya featuring “Rebbeca”, “Repvblik”, serta Group Band “Kertas”. Konser yang diadakan di Taman Sri Ratu Safiatudin di Banda Aceh pada tanggal 25-26 Agustus 2007, pada akhirnya, pas hari ke-2 nya *Jadwal NIDJI manggung* harus dibatalkan, lantaran pencabutan izin mengadakan konser oleh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh.

Poster Konser “One Nation”
(klik gambarnya, untuk gambar besarnya)
*maaf ya.. fotonya pake blitz, jadi vokalisnya ngga jelas deh gambarnya*

Izin Konser di Aceh
Di Aceh, untuk mendapatkan izin menggelar konser, tidak cukup hanya mendapat izin dari Polda setempat, namun lebih dari itu, pihak penyelenggara juga harus mengantongi izin dari Dinas Kebudayaan, dan juga izin dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh. Dan salah satu pasal dari syarat yang diberikan oleh MPU adalah pemisahan antara penonton Laki-laki dengan penonton Perempuan.

Pasal tersebutlah yang akhirnya dilanggar oleh pihak penyelenggara, Bunga Event Management (BEM), dimana pada hari pertama konser, pas di hari jadwalnya “Rebbeca” manggung *NIDJI tidak tampil*, pihak MPU kecewa dengan penyelenggaraan konser tersebut yang ternyata tidak ada pembatas antara penonton Laki-laki dengan Perempuan, yang memang sangat berbeda dengan konser-konser sebelumnya yang digelar di Aceh yang menggunakan pemisah.

Sebut saja konser duo RATU di Aceh beberapa tahun yang lalu, dimana ketika itu penontonnya dipisah, dan bukan hanya itu, ketika itu RATU pun mengenakan busana yang tergolong ‘agak’ sopan dan bahkan menggunakan ‘jilbab’. Selain itu konser SLANK feat Rafly, serta konser TOO PHAT yang baru-baru ini diselenggarakan disini juga mematuhi pasal pemisahan penonton tersebut.

Walaupun kalau kata si Okky (sepupu Saya), memang ketika konser SLANK feat Rafly serta konser TOO FHAT ada beberapa orang penonton yang akhirnya berbaur antara Perempuan dan Laki-laki, namun itu lebih dikarenakan faktor membludaknya penonton, tapi kalau dilihat dari pihak penyelenggara yang tetap menggunakan pembatas, dan berusaha agar penonton dapat berada pada pos-nya masing-masing, telah ‘cukup’ untuk dianggap ‘menghargai’ penerapan Syariat Islam di Aceh.

Tidak adanya pembatas ketika konser itulah yang akhirnya dianggap bahwa pihak penyelenggara dinilai tidak mematuhi aturan yang berlaku serta tidak menghormati penerapan Syariat Islam di Aceh, sehingga pihak MPU pun menarik izin untuk konser di Hari ke-Dua, dimana NIDJI dijadwalkan tampil.

Bukan cuma itu saja, bahkan menurut desas-desus yang berkembang di Masyarakat, ada dari pihak ‘oknum’ BEM yang ternyata malah kabur dan lari membawa uang hasil penjualan tiket, sehingga pihak NIDJI pun akhirnya harus menggunakan uangnya sendiri untuk urusan penginapan dan lain-lain selama di Aceh. Bukan hanya itu juga, pihak BEM pun ternyata juga mencatut nama SERAMBI (koran lokal) untuk dijadikan salah satu sponsor, padahal dari pihak SERAMBI sendiri merasa belum pernah ada perjanjian sebelumnya.

Begitu juga dari pihak NIDJI, yang terlihat memang kecewa kepada pihak EO yang tidak berkoordinasi dengan baik, daripada menyudutkan pihak MPU yang mencabut izin Konser, dan begitu juga dari tanggapan beberapa teman Saya yang juga ikut membeli tiket Konser NIDJI yang sangat kecewa ke pihak EO yang dinilai tidak menghargai peraturan-peraturan yang berlaku disini bahkan tidak dapat mengembalikkan tiketnya diganti dengan uang. Namun mereka tetap sangat mengharapkan nanti dikemudian hari "NIDJI" bisa kembali ke Aceh dan benar-benar menggelar konser tanpa ada perselisihan lagi, tentunya dengan penyelenggara (EO) yang lebih kompeten.

Nginap Di Kantor Polisi
Peristiwa yang pada akhirnya membuat sebagian kelompok masyakat melakukan aksi protes, telah membuat pihak Hotel “Hermes Palace” yang diinapi NIDJI merasa ketakutan akan terjadinya tindak ‘anarkis’, sehingga pihak Hotel menolak untuk memberikan kamarnya dijadikan tempat menginap untuk NIDJI, sehingga karena alasan keamaan, akhirnya NIDJI pun menginap di Kantor Polisi.

Walaupun harus menginap di Kantor Polisi, namun tampaknya, sikap baik yang dilakukan oleh Polisi Aceh, bisa membuat NIDJI tidak terlalu menampakkan kekecewaannya, bahkan kalau liat diberita, salah satu personel NIDJI (Giring) malah memberikan statement bahwa “Polwannya juga cantik-cantik pakai Jilbab”, memang tidak seperti Jakarta, yang biasanya jadi Polwan itu Ibu-ibu, kalau disini anak-anak muda pun banyak yang jadi Polwan* lohhh ini kok malah ngebahas Polwan ^.^

Hanya Masalah Komunikasi
Kalau saya secara pribadi, jujur tidak mau mengarahkan opini Saya kepada “Anti” Syariat Islam, karena buat saya ini hanyalah masalah komunikasi antara pihak penyelenggara dengan MPU saja, buktinya konser-konser terdahulu seperti konser RATU, SLANK, THOO PHAT bisa berlangsung dengan lancar tanpa ada perselisihan.

Jadi tidak benar, jika pihak MPU bersikap sewenang-wenang dan bersikap arogan ! lagi-lagi itu hanya masalah komunikasi saja ! walaupun memang harus diakui penerapan Syariat Islam di Aceh masih belum bisa dikatakan sukses, namun bukan berarti kita harus jadi Anti sama “Syariat Islam” kan ?

Tuesday, August 28, 2007

Sholat Gerhana

Kemarin (28-Agustus-2007) sore *menjelang Maghrib*, sehabis pulang kerja, Saya menyempatkan diri untuk dapat Sholat Maghrib dulu di Masjid Al-Hidayah, Kec. Darul Imarah, Keutapang - Aceh Besar *tetep donk ! harus ada Acehnya* setelah selesai menunaikan Ibadah Sholat Maghrib, sang Imam yang memimpin sholat Maghrib langsung berdiri dan menghadap kearah berjamaah, dan beliau pun langsung memberikan arah kepada para Jamaah, bahwa setelah selesai sholat Sunnah Ba’da Maghrib, Insya Allah akan diadakan Sholat Gerhana secara berjamaah.

Kalau kata sang Imam, walaupun kami disini tidak dapat melihat Gernaha Bulan, namun pelaksanaan sholat Gerhana tetap akan kami laksanakan, Saya yang seumur hidup belum pernah ikutan sholat Gerhana, langsung tertarik dengan ajakan dari sang Imam. Namun kata Imamnya, pelaksanaan sholat gernaha akan dilaksanakan 15 menit sebelum sholat Isya, jadinya bagi kami-kami yang mau pulang dulu, dapat dipersilahkan. Berhubung Masjidnya deket rumah sepupu, saya pun ‘transit’ bentar ke rumah sepupu, Biasa !! numpang makan malem xP

Tata Cara Sholat Gerhana
15 menit menjelang Isya, saya pun kemasjid lagi, dan tidak lama setelah sampai ke Masjid, sang Imam sudah siap di Shaf terdepan dan langsung menjelaskan bagaimana tata cara pelaksanaan sholat Gerhana. Sholat Gernaha itu sendiri berjumlah dua rakaat, dan pada intinya sih, pelaksanaannya ngga jauh berbeda dengan sholat sunnah lainnnya.. namun ada beberapa gerakan tambahan yang perlu diketahui oleh para Jamaah.

Rakaat permata, Imam baca Al-Fatihah diikuti bacaan Ayat-ayat Al-Qur’an setelah itu rukuk, dan setelah itu I’tidal, nah...umumnya kan kalau sholat biasa sesudah I’tidal langsung sujud, namun tidak demikian dengan sholat gerhana, setelah I’tidal, Imam kembali membaca surat Al-Fatihah diikuti bacaan Ayat-Ayat Al-Qur’an. Setelah itu kembali rukuk, dan setelah itu I’tidal, dan baru setelah itu Sujud, Duduk antara dua sujud, Sujud lagi dan kembali berdiri.

Rakaat kedua sama aja dengan rakaat pertama, hanya bedanya dirakaat kedua diakhiri dengan Tahiyat akhir. Jadi intinya dalam Sholat Gerhana dalam satu rakaatnya ada dua Al-Fatihah dan dua Rukuk serta dua I’tidal.

Yang membedakan antara sholat gerhana bulan dengan gerhana matahari adalah, kalau sholat gerhana bulan bacaannya di ‘keraskan’ sedangkan untuk sholat gerhana matahari, imam membaca didalam hati (tidak dikeraskan).

Saya sendiri kurang faham, apakah Sholat Gerhana harus berjamaah, atau boleh dikerjakan sendiri-sendiri ??

Khutbah ‘Gerhana’
Setelah selesai sholat, sang Imam memberikan arahan kepada jamaah, bahwa Sunnahnya setelah sholat Gerhana selesai, akan disampaikan khutbah ‘gerhana’. Namun karena waktu sudah mau mepet Isya, si pemberi penceramah pun hanya bisa memberikan ceramahnya sedikit banget. Berikut ini intisari dari Khutbah yang disampaikan oleh beliau. *kira-kira seperti ini*

----

“ Sesungguhnya Hikmah dari menunaikan Sholat Gerhana adalah, agar kita para umat
Islam, selalu ingat akan kebesaran Allah, ketika disana-sini terjadi fenomena-fenomena alam, itu semua pada hakikatnya adalah bukti dari kebesaran Allah, kita sudah banyak menyaksikan betapa banyak fenomena-fenomena alam yang terjadi di Negeri ini, masih ingat di benak kita, bagaimana Tsunami ! meluluh-lantahkan bumi Serambi Mekkah, Gempa Bumi ! Lumpur Panas di Sidoarjo ! Gerhana Bulan ! itu semuanya adalah bukti-bukti dari kebesaran Allah ! Oleh sebab itulah Sholat Gerhana yang baru saja kita lakukan pada hakikatnya adalah dalam rangka untuk mendekatkan diri kita Kepada Allah SWT. Semoga kita bisa menjadi Hamba yang bisa mengambil hikmah dari setiap fenomena-fenomena alam yang terjadi di Negeri ini, dan semoga kita bisa menjadi Hamba yang selalu ingat akan kebesaran Allah SWT ”


----
Yahh… walaupun ngga bisa ngeliat Gerhana Bulan, setidak-tidaknya dapat menuaikan Sholat Gerhana Bulan sudah menjadi pengalaman yang baru bagi Saya, dan semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari Gerhana Bulan yang terjadi kemarin.. Amin.

Saturday, August 25, 2007

Fatah dan Pak Walikota Sabang

“Dari Sabang sampai merauke ! berjajar pulau-pulau ! sambung-menyambung menjadi satu itulah Indonesia!”

Tentunya hampir setiap orang Indonesia tahu lagu “dari Sabang sampai Merauke”, kecuali jika suatu hari nanti ada seseorang yang mengklaim menemukan lagu “dari Sabang sampai Merauke” Versi Tiga Stanza, maka itu akan jadi lain persoalannya ^.^

Dalam lagu itu sedikit diceritakan tentang 2 pulau paling ujung di Indonesia, yaitu pulau Sabang dan pulau Merauke.. mungkin banyak orang Indonesia yang belum pernah ke Sabang, dimana disana ada monumen tugu “Indonesia Nol Kilometer”, tempat dimana awal ‘Start’ nya Indonesia. Dan yang pastinya nih.. banyak orang Indonesia yang belum pernah bertemu langsung dengan Walikota Sabang. Tapi itu tidak berlaku bagi saya ! soalnya kemarin malam (24-Agustus-2007) Saya berkesempatan bertemu langsung dengan Orang No. 1 di pulang terujung di Indonesia !

Ceritanya bermula pas ketika saya selesai pulang kerja, kebetulan saya tidak langsung pulang kerumah, karena Saya ‘transit’ dulu ke Rumah Kak Yanti, sepupu saya, soalnya waktu itu dikit lagi mau maghrib, dan rumah sepupu saya itu dekat masjid, jadi sekalian aja transit dulu, udah gitu lumayan juga kan bisa sekalian numpang makan malam gratis :)

Setelah sholat maghrib, saya pulang ke rumah Kak Yanti untuk bersantap makan malam, dan pas lagi menikmati makan malam, tiba-tiba saja ada rombongan 4 orang tamu yang masuk ke rumah sepupu saya, dan ketika itu saya kaget sekali, soalnya ‘face’nya saya tau banget ! kalo itu adalah Munawarliza, Walikota Sabang. FYI, kak Yanti (sepupu saya) memang sudah kenal dekat dengan beliau. Sedangkan 3 orang tamu lagi adalah Istrinya dan kedua Orang Tua Istrinya *mertua Bang Munawar*

Ketika masuk ke ruang tamu, Pak Walikota pun langsung menanyakan dimana dia bisa ambil wudhu, soalnya beliau ingin menumpang sholat maghrib, saya yang ketika itu berada dekat dengan beliau, ikut mengarahkan pak Walikota ke Kamar Mandi, setelah beliau selesai menunaikan sholat, beliau bertemu dengan 2 orang anak Kak Yanti, si Hafiz dan Saumi yang masih kecil-kecil, akhirnya mereka pun dikasih uang tempel satu orang Rp. 100.000,- tapi sayangnya Saya yang waktu itu berada dekat dengan beliau, ngga ikut kedapetan..*whuaaaaa… gimana nih pak Walikota ? Saya kan Warga Aceh yang lagi butuh uang juga ^.^

Setelah itu beliau pun langsung menuju ke ruang tamu untuk berbincang-bincang dengan Kak Yanti, namun karena saya merasa itu bukan urusan saya, akhirnya saya pun masuk ke kamar untuk baca-baca buku, dan pas ketemu Kak Yanti, saya membisikkan ke beliau untuk request nanti kalo bisa fatah mau foto Pak Walikota, niatnya sih buat ‘pamer’ ke teman-teman blogger. Kak Yanti pun meng “iya” kan dengan berkata “Gampang!”. Setelah mendapat konfirmasi dari Kak Yanti, saya pun menunggu panggilan dari Kak Yanti.

Namun sayangnya, pada akhirnya Kak Yanti lupa akan hal itu, setelah selesai berbincang-bincang, Pak Walikota pun langsung meluncur pulang, dan ketika saya keluar dari kamar menujur ruang tamu, Pak Walikota pun sudah menghilang, dan ketika ketemu Kak Yanti, Kak Yanti pun langsung meminta maaf kepada saya karena lupa untuk meminta Pak Walikota foto bareng sama saya ! *whuaaaaaaa……… gagal deh foto bareng sama pak Walikota!!!* Yahhh sudahlah.. emang belum rezeki :(

Siapa Bang Munawar ?
Saya sendiri kurang tau banyak tentang beliau, yang Saya tahu beliau adalah Walikota Sabang yang baru terpilih dalam Pilkada kemarin, dan beliau adalah calon independent yang berafiliasi dari GAM.

Dan ketika saya tanya ke Kak Yanti bagaimana ceritanya tentang awal mulanya beliau bisa terlibat di GAM. Ternyata kalau menurut ceritanya Kak Yanti beliau awalnya sama sekali bukan GAM, namun karena kondisi lah akhirnya beliau bersimpati dan ikutan dengan GAM.

Ceritanya, dulu ketika Bang Munawar selesai sekolah di GONTOR, beliau langsung melanjutkan studi ke Kairo, Mesir, dan pada suatu ketika Orang Tuanya yang di Aceh meninggal dunia, beliau pun pulang ke Aceh untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang anak, namun setelah selesai dengan kewajibannya itu, entah kenapa, ketika beliau ingin balik lagi ke Kairo, dari pihak Polisi, ketika waktu masa konflik dulu, mencurigai beliau adalah orang GAM.

Merasa dicurigai, beliau pun akhirnya pergi keluar Aceh secara diam-diam, dan singkat cerita beliau akhirnya tinggal di Amerika untuk mencari perlindungan, dan setelah di Amerika entah gimana ceritanya, akhirnya beliau yang sebelumnya tidak ada hubungan apa-apa dengan GAM, namun karena merasa telah dicurigai sebagai GAM, akhirnya beliau pun menjadi simpati dengan GAM, dan ketika itu beliau pun menjadi representasi GAM di Amerika yang selalu berhubungan dengan Parlemen disana, dalam rangka memperjuangkan hak orang-orang Aceh.

Jadi bisa dibilang keikutsertaan beliau yang mahir berbahasa Arab dan Inggris itu dalam organisasi GAM, adalah karena faktor ketidaksengajaan dan juga karena faktor merasa terdzolimi akibat dicurigai sebagai GAM.

Pertemuan Pertama
Sebenarnya kemarin itu adalah pertemuan kedua saya dengan Pak Walikota, pertemuan pertama saya terjadi pada tanggal 11 Maret 2007, pada saat itu Kak Yanti mendapatkan Undangan ke Sabang dalam rangka Acara Pelantikan beliau menjadi Walikota Sabang, karena waktu itu saya seumur hidup belum pernah ke Sabang, Kak Yanti pun mengajak saya dan kakak saya untuk ikutan, tapi tidak untuk ikutan dalam seremoni pelantikannya, namun hanya ikutan main-main ke Sabangnya aja.

Dan ketika pada hari terakhir ‘wisata’ saya ke Sabang, ketika sedang menunggu Kapal Cepat di Pelabuhan Sabang untuk pulang ke Banda Aceh, saya yang ketika itu ditemani oleh Kak Yanti dan Suaminya serta kedua anaknya, tiba-tiba didatangi oleh Bang Munawar yang ketika itu beliau juga ada di Pelabuhan, dalam rangka menyambut tamu-tamu penting yang akan mendarat di Pelabuhan, karena esok harinya Acara pelantikan Walikota akan dilaksanakan.

Waktu itu, Kak Yanti pun lansung mengenalkan kepada beliau kalau Saya adalah sepupunya, akhirnya Saya pun bersalaman dengan beliau, itulah pertemuan pertama saya dengan Pak Walikota Sabang, yang hebatnya nih.. setelah beliau salaman sama Saya, esok harinya beliau Langsung dilantik sebagai Walikota !!! hebat kan saya ? *apa hubungannyee ??*

Yahh… untungnya nih..beliau menang dalam Pilkada, saya kan akhirnya bisa salaman sama Walikota Sabang beneran ^.^

note : mau tau berita pelantikan Bang Munawar ? baca ini aja.

Thursday, August 23, 2007

Hari Kemerdekaan di Tanah Rencong (2)

Cuma mau merespon komentarnya kak elvi di posting sebelumnya.
"Asik dapat liputan hari proklamasi di Aceh. Thanks... nanti aku tambah fotonya dech, itu lho foto panjat pinang yang dekat mesjid raya. Aku caplok dari Serambi he he he..." - Kak Elvi-
Sebenarnya Fatah juga punya foto-foto panjat pinang di Taman Sari *dekat Masjid Raya*, tapi yang pasti gambarnya ngga sebagus di Serambi, untuk sekedar melengkapi laporan tentang HUT RI di Aceh, berikut ini beberapa tambahan foto terkait.
Panjat Pinang di Taman Sari *Central Parknya Banda Aceh*, kalo mau foto lebih mantabnya mending ke sini aja.

Masih di Taman Sari

Masih Taman sari juga

Yang tidak kalah meriahnya, perayaan HUT RI di Peunayong, disana ada lomba Perahu Hias, Lomba Dayung dan Lomba tangkap Bebek, tapi sayangnya, camera digital saya keburu abis batere jadinya cuma bisa foto penonton di jembatan doang deh :(

HUT RI di Komplek-komplek juga meriah juga, foto ini Lomba Pukul Bantal di Komlek saya..


Udah ngga ada foto-foto lagi neh... semoga bisa melengkapi laporan tentang HUT RI di Aceh :)




Sunday, August 19, 2007

Hari Kemerdekaan di Tanah Rencong

Tiga hari yang lalu, (17-Agustus-2007) semua warga Negara Indonesia, dari Sabang sampai Merauke *kecuali Timor Leste* merayakan Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tentunya tidak terkecuali Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang tentunya kita semua tahu bahwa sebagian dari penduduknya dulunya pernah ingin melepaskan diri dari NKRI.

Hari kemerdekaan Indonesia yang ke 62 adalah hari kemerdekaan yang ke-2 kalinya di Rayakan di Aceh setelah pendatanganan MOU Damai di Helsinki 2 tahun lalu, oleh sebab itu pada tanggal 15 Agustus 2007 *dua hari sebelum HUT RI*, Warga Aceh juga memperingati 2 tahun Pendatanganan Damai MOU Helsinki. Untuk itulah sekarang, setiap kali memperingati Hari Kemerdekaan, Warga Aceh juga sekaligus memperingati momentum MOU Helsinki *Perdamaian di Aceh*. Lalu yang jadi pertanyaan apakah Perayaaan Hari Kemerdekaan RI yang ke 62 di “Tanah Rencong” berlangsung semarak ? berikut ini hasil ‘pantauan’ saya *seadanya*.

Seperti biasa, setiap kali 17-Agustusan, diberbagai tempat dipasang bendera merah-putih, dan menurut hasil ‘pantauan’ saya *seadanya* di beberapa tempat di Banda Aceh, dan di beberapa daerah di kawasan Aceh Besar, rumah-rumah, toko-toko, Instansi pemerintah, Masjid-Masjid, motor-motor, becak-becak, sampai ke Labi-Labi pun memasang Bendera Merah Putih.

Merah-Putih Dirumah-rumah

Merah-Putih Dimasjid-masjid

bahkan dibeberapa masjid, melalui sound system (TOA) biasanya terdengar seruan bagi warga setempat agar rumah-rumah disekitar masjid memasang Bendera merah-putih. Selain itu di Masjid dekat rumah saya, Tema Khutbah Ju’matannya adalah “Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan” *saya kurang tau apakah hampir ditiap-tiap masjid punya tema Khutbah Jum’at yang sama atau tidak ?*

Gapura HUT RI di Pintu Masuk Gampong

Kalo menurut Warga Aceh setempat, sebelum masa Perdamaian di Aceh, bagi Warga Aceh yang tidak memasang Bendera Merah-Putih di rumah-rumah atau di kendaraannya masing-masing, maka siap-siap saja berurusan dengan polisi, lantaran dicurigai sebagai orang GAM. Jadi bisa dibilang banyaknya bendera merah-putih yang terpasang adalah murni keikhlasan warga Aceh tanpa ada paksaan dari Polisi ataupun dari pihak manapun.

Selain pengibaran bendera, perlombaan-perlombaan seperti balap karung, panjat pinang, dan perlombaan-perlombaan lain, yang kalau menurut saya tidak ada hubungannya sama sekali dengan mengingat kisah perjuangan para pahlawan kita dulu, tetap banyak dilakukan diberbagai tempat di Aceh.

Di Aceh sendiri, Upacara bendera dipusatkan di Lapangan Blang Padang, disana upacara pengibaran bendera dipimpin langsung oleh Bpk. Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh *mantan petinggi GAM*, tema yang diangkat dalam Upacara Bendera di Lapangan Blang Padang adalah “DENGAN SEMANGAT PROKLAMASI HUT KE-62 KEMERDEKAAN RI KITA MANTAPKAN TEKAD UNTUK BANGKIT MEMBANGUN ACEH DALAM WADAH NKRI”.

Kalau menurut saya nih.. secara keseluruhan peringatan kemerdekaan di Aceh kali ini, berlangsung Meriah dan juga Khidmat, dan kalau saya lihat wajah-wajah para warga Aceh yang saya temui dalam kegiatan perayaan HUT RI, dimana-mana rata-rata mereka memiliki wajah yang berseri-seri, wajah yang menggambarkan betapa mereka sangat mensyukuri dapat kembali merayakan HUT RI dalam bingkai Perdamaian.

Walaupun sempat ada kasus pencabutan dan pengrusakan Bendera Merah-Putih di Lhokseumawe, dan juga pengibaran 3 bendera GAM di Pidie, namun secara keseluruhan peringatan kemerdekaan berlangsung aman dan lancar. Karena kejadian itu disinyalir hanyalah sebuah proganda & provokasi yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin mengacaukan perdamaian di Aceh.

Supaya lebih obyektif, saya kutip beberapa pernyatan dari tokoh-tokoh penting di Aceh yang saya kutip dari Koran Serambi edisi 18-Agustus-2007, perihal pelaksanaan perayaan HUT RI di Nanggroe Aceh Darussalam.

“suasana di Aceh cukup bagus, bendera merah putih berkibar dimana-mana”
Irwandi Yusuf *Gubernur Aceh*

“Sampai Jum’at siang kemarin belum ada laporan yang masuk dari daerah tentang kejadian atau insiden yang dapat menggangu jalannya upacara peringatan HUT RI di Aceh”
Irjen Polisi Rismawan MM *Kapolda Aceh*

“Masyarakat semakin menyadari arti kemerdekaan bagi bangsa ini bila kita lihat massa yang mengikuti dan menyaksikan upacara detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI. Ini adalah hal yang luar biasa”
Mayjen TNI Supiadin AS *Pangdam Iskandar Muda*

Nasionalisme Ureng Aceh
Tentunya jika kita ingin menilai nasionalisme Ureng Aceh tidak bisa hanya melihat dari berapa banyak yang mengadakan lomba Panjat Pinang, atau berapa banyak Warga yang memasang bendera, buat saya itu bukanlah point penilaian yang penting.

Karena kalau kita lihat sejarah, Nasionalisme Ureng Aceh sangatlah luar biasa !! terbukti dari banyaknya pahlawan kemederdekaan di Aceh, sebut saja Cut Nyak Dhien, Cut Mutia, Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro, dan tentunya masih banyak lagi Cut-Cut atau pun Teuku-teuku lainnya yang dengan gagah berani mengusir penjajah. Selain itu, Warga Aceh pada masa awal-awal kemerdekaan juga turut menyumbangkan 2 Pesawat Pertama yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia, bahkan Aceh pun juga sempat menjadi Ibukota Darurat ketika masa penjajahan dulu.
Dan yang lebih hebatnya lagi, Aceh yang sebelum berbagung dengan Indonesia sudah menjadi Kerajaan Sendiri yang ketika itu sedang dalam kondisi makmur, rela untuk bergabung dengan NKRI, dan bahkan akhirnya harus merelakan hasil buminya di ‘rampas’ oleh Pemerintah Pusat *Jakarta*.

Kalaupun akhirnya Aceh sempat bergejolak dan sempat ingin memisahkan diri dari NKRI, itu lebih karena ‘pengkhianatan’ dan ‘tidak tau terima kasih’nya pemerintah pusat terhadap Aceh, bahkan ketika itu, banyak Ureng Aceh yang dibantai dengan dalih ingin menumpas seperatisme !

Tapi yang sudah berlalu biarlah berlalu, mari kita jadikan sejarah ‘kelam’ itu sebagai bahan pelajaran untuk membangun kembali semangat Nasionalisme kita bersama, Sekarang Aceh sedang dalam proses REINTEGRASI, dan Saya yakin kedepannya jika memang pemerintah pusat bisa konsisten berlaku adil terhadap Aceh, maka bukan tidak mungkin Ureng Aceh akan memperlihatkan kembali lagi kepada Indonesia dan kepada dunia, betapa luar biasanya semangat Nasionalisme Ureng Aceh !!

Karena Saya percaya bahwa untuk membangun rasa nasionalisme haruslah dari 2 arah, yang pertama, pihak pemerintah haruslah bisa berlaku adil dalam mensejahterakan rakyatnya, karena pemerintah yang dzalim, otomatis akan berimplikasi pada “anjloknya” kebanggaan kita sebagai warga Negara Indonesia.

Yang kedua, kita sebagai warga Negara pun juga harus memberikan kontribusi yang terbaik dan maksimal untuk bangsa ini, seperti kata Bung J.F Kennedy “Ask Not, what your country can do for you ! Ask what can your for your country !”.

kalau kita berbicara tentang kontribusi apa yang bisa kita lakukan untuk negeri ini ? Saya sepakat dengan rumus 3M nya Aa Gym, yaitu memperbaiki bangsa ini dengan “Mulai dari diri sendiri” , “Mulai dari yang kecil”, dan “Mulai dari sekarang juga”.

Dan kalau boleh saya tambahin 1M lagi, jadi 4M, yaitu M yang ke-empat adalah “Memilih Cagub dan Cawagub yang terbaik dalam PILKADA ditiap daerah masing-masing, agar kita dapat memiliki pemimpin yang dapat membawa ke perubahan yang lebih baik ! *Ya Ampun Fatahhhhhh ! Pilkada lagi…Pilkada lagi..


Thursday, July 26, 2007

Fatah Masuk Desa (2) : Dialog PEduli MasyaraKAT *DEKAT*

Seminggu setelah si Derry *tetangga saya* mengajak jalan-jalan ke Desa-desa, kali ini si Derry mengajak saya untuk menghadiri sebuah kegiatan (acara) yang bernama Dialog Peduli Masyarakat (DEKAT) , kegiatan ini bertemakan “Pembangunan Daerah Melalui APBD 2007 ” agar berat memang temanya ^_^;;

Tapi berhubung saya lagi tertarik tentang apapun yang ada hubungannya dengan Aceh ! saya pun memaksakan diri untuk ikut bersama beliau, acaranya berlangsung di Desa Lamtheun Kec. Darul Imarah – Aceh Besar, pokoknya daerahnya bener-bener ndeso banget ! banyak rumah-rumah Aceh juga, banyak hewan-hewan berkeliaran seenaknya, banyak pohon-pohon rindang, pokoknya bener-bener percampuran antara Hutan dengan Desa ditambah Kotanya sedikit *kebayang ngga ?*

Pembawa materi dalam acara itu adalah Bpk. Zulkarnainm M. Isa, beliau adalah Sekretaris Komisi B Bidang Perekonomian dari Fraksi PKS, Dialog ini berlangsung dengan menggunakan 100 % bahasa Aceh, tetapi itu tidak membuat saya khawatir, berhubung selama 7 bulan ini saya selalu giat belajar Bahasa Aceh, jadinya saya pun bisa mengerti 90 % dari materi yang disampaikan !

Kira-kira Inti materi yang disampaikan Bang Zul adalah seperti ini nih :

Sekilas tentang APBD 2007
APBD itu adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja untuk Pembangunan Desa-desa di seluruh Aceh, untuk di Aceh Besar sendiri dana APBD adalah sekitar sebesar 500 milyar ! yang dialokasikan 50 % nya adalah untuk gaji para pegawai negeri, dan 50 % lainnya untuk pembangunan di Gampong-Gampong (desa-desa).

APBD Gampong
Rencananya kedepan ! APDB Daerah yang menggunakan sistem Top-Down akan coba sedikit demi sedikit dihilangkan melalui penerapan APBD Gampong, maksudnya Rancangan Anggaran tidak lagi Top-Down, tapi Buttom Up (dari bawah ke atas), jadi tiap-tiap Gampong, akan merancang keperluan Gampongnya masing-masing, setelah itu akan dibawa ke atas ke Lembaga-Lembaga diatasnya hingga sampai Gubernur, sehingga diharapkan APBD Daerah adalah betul-betul keperluan-keperluan pembangunan yang ada dibawah (desa).

Namun jika memang nantinya dana dari APBD terbatas, maka akan ada prioritas-prioritas tertentu, misal dalam satu Gampong ada rencana utk pengaspalan dan jembatan, trus jika memang Gampong lebih memprioritaskan Jembatan, maka akan dibuat jembatan terlebih dahulu sebelum pengasplan.

Muspangdes
Untuk merancang APBD Gampong, tiap-tiap desa (gampong) musti melakukan musyawarah terlebih dahulu, musyawarah itu dikenal dengan sebutan Muspangdes (Musyawarah Pembangunan Desa) *emg org Indonesia jago banget bikin singkatan!*

Kemandirian Gampong
Diharapkan dengan adanya Muspangdes, nantinya akan timbul Kemandirian Gampong yang bisa membuat perkembangan dan pembangunan tiap-tiap Gampong menjadi semakin cepat ! untuk itu, pembangunan desa (gampong) tidak hanya menjadi tugas PEMDA saja ! peran serta aktif masyarakat pun menjadi elemen vital terhadap perkembangan Gampong-Gampong di Aceh !

Peranan Kheucik
Salah satu elemen masyarakat yang sangat penting dalam mensukseskan Muspangdes adalah para Khuecik *sebutan bagi kepala desa* Khecik akan sangat diharapkan sebagai penggerak pembangunan di desa-desa (gampong). Karena merekalah yang paling faham akan desa-desa yang dipimpinnya.

Belum cukup hanya Rencana
Walaupun terlihat rencana pemerintah begitu baik ! namun pada akhirnya implementasi dari itu semualah yang paling menentukan. kalo istilah politiknya tuh "Political Will" nya ! harus Mantab ! Saya sih cuma bisa berharap dan berdoa agar para elit-elit pemerintahan bisa betul-betul bekerja untuk membenahi Aceh !

AYO BENAHI ACEH !! ^_^;;

Sunday, July 22, 2007

Fatah Masuk Desa (1) : Silaturahim ke Desa-desa !

Sekitar 2 minggu yang lalu, sehabis selesai melaksanakan sholat Ashar di Masjid Al-Hidayah Keutapang, tiba-tiba saja tetangga Saya *Derry* ‘menculik’ Saya, alias minta ditemenin jalan-jalan *dengan motor*, waktu itu Saya ngga tau mau diajak kemana ? tapi berhubung Derry bilang “Pokoknya kita jalan-jalan ke Desa-desa!” tanpa banyak berpikir lagi, langsung saja Saya meng-iyakan tawarannya si Derry.

Ketika dalam perjalanan si Derry pun bercerita tentang alasannya berkunjung ke Desa-Desa, alasannya yaitu, kebetulan organisasinya si Derry sebuah LSM bernama Darul Qiradh baru saja mendapatkan dana bantuan dari BRR untuk program kredit tanpa bunga bagi para perempuan-perempuan Aceh *khususnya bagi yang punya usaha kecil* besar bantuannya, maksimal 2 juta per orang, dan dana itu harus dikembalikkan selama 6 bulan dengan model cicilan perminggu ! tentunya disertai training-traning kewirausahaan. Setelah selesai 6 bulan, uang-uang yang sudah dikembalikkan, rencananya akan digilir ke desa-desa lain ! *istilahnya Pinjaman Bergilir*

Jadi, itulah sebabnya si Derry pergi ke Desa-Desa dengan maksud untuk menemui Pak Kheucik *sebutan untuk kepala desa* untuk meminta Pak Kheucik mendata siapa-siapa saja yang tertarik dengan program ini.

Untuk tahap pertama, programnya hanya untuk 4 desa dulu ! soalnya kalo kata si Derry, di Kec. Darul Imarah *kecamatan saya* itu terdapat 32 desa ! karena saking banyaknya Desa-Desa di Kec. Darul Imarah, si Derry pun langsung bilang ke Saya “Bisa dibilang, Kec. Darul Imarah itu ukurannya hampir sama dengan Banda Aceh !” *waduh gede juga ya!*

Empat desa dan Empat kheucik yang akhirnya saya kunjungi yaitu adalah Desa Ulee Tuy, Desa Ulee Lung, Desa Gampong Kandang, dan Desa Lamtheun.

Yang menarik dari perjalan ke Desa-Desa di Kec. Darul Imarah – Aceh Besar, adalah Saya bisa melihat-lihat pemandangan yang sangat jauh sekali dari Banda Aceh, disana banyak rumah-rumah Aceh yang terbuat dari kayu, banyak jalan-jalan yang belum diaspal, banyak sawah-sawah, banyak hewan-hewan ternak, banyak pohon-pohon rindang, pokoknya ndeso banget deh ! dan juga tidak ketinggalan, udara yang sangat sejuk dan bebas dari polusi.

foto ini, adalah foto rumah Aceh yang sudah hampri ambruk ! dan akan Insya Allah nantinya akan diperbaiki oleh Muslim Aid *salah satu bantuan Muslim Aid*

3 hari sesudah
3 hari setelah kunjungan ke desa-desa, saya pun diajak kembali oleh Derry untuk meminta data-data para peserta *ibu-ibu* yang sudah menyatakan bersedia ! Namun kali ini saya perginya di malam hari, udah gitu ditambah mati lampu pula lagi ! maklumlah di Aceh sekarang lagi Krisis Listrik ! setelah keliling kesana kemari akhirnya data terakhir menunjukkan ada sekitar 40an orang yang siap mengikuti program ‘micro financing’ ini.

Dari desa-desa yang dikunjungi di malam itu, yang paling menarik adalah ketika kunjungan ke Desa Lamtheun, dimana di Desa itu kami langsung bertatap muka dengan para calon-calon peserta, waktu itu kami diajak ke rumah salah seorang warga yang rumahnya benar-benar sangat sederhana, rumahnya terbuat dari kayu dan lantainya pun tidak memakai keramik, alias hanya semen tok !

Walaupun rumahnya sangat sederhana, namun suasana dan sambutan yang hangat membuat saya betah berlama-lama di dalam rumah itu, pada waktu itu para anggota keluarga sedang asyik membuat kue pulet *kue khas aceh* untuk dijual esok harinya, suasana menjadi semakin tidak ‘Jakarta’ banget ! karena pada saat itu sedang mati lampu, sehingga lilin pun menjadi alat penerangan yang utama.

Tidak bisa mengisi Formulir
Tanpa banyak basa-basi, si Derry pun langsung meminta formulir-formulir yang seharusnya sudah sudah siap diisi, namun sayangnya formulir itu belum siap diisi oleh para calon peserta, karena dari para peserta rata-rata tidak bisa mengisi formulir tersebut, entah karena tidak bisa baca tulis atau bagaimana ? saya sendiri kurang faham.

Akhirnya, Saya yang awal niatnya hanya iseng-iseng ikutan, terpaksa deh ikut membantu mengisikan formulirnya dengan bertanya langsung ke para peserta akan data pribadinya. Yang paling membuat saya kaget adalah ketika pertanyaan mengenai berapa penghasilan sebulan ? *sudah termasuk penghasilan suami*. Rata-rata jawaban mereka tidak lebih dari Rp. 500.000, memang ada satu dua yang punya penghasilan lebih dari segitu, tapi itu pun hanya kadang-kadang saja alias tidak tetap *kasian ya :(

Disangka orang Aceh Beneran
Ketika itu, didalam rumah yang isinya orang Aceh semua, mereka pun ngomong-ngomongnya pake Bahasa Aceh *ya iyalah!*, tapi berhubung selama 7 bulan di Aceh diriku ini giat belajar Bahasa Aceh, jadinya saya pun bisa meladeninya dengan Bahasa Aceh *ala fatah* yang masih terbata-bata. Pada awalnya sih.. saya berhasil menyakinkan mereka-mereka semua bahwa Saya ini orang Aceh beneran loh !

Tapi sayangnya walaupun sudah berusaha keras menggunakan Bahasa Aceh, ternyata kedok si Fatah pun akhirnya terbuka juga ! ada salah seorang warga disitu *masih muda* yang bertanya kepada saya “Kamu orang Jakarta ya ?” saya pun langsung menjawab “Lon nyo Ureng Aceh ! Ureng Chik Lon Ureng Pidie !” artinya “Saya ini orang Aceh, Orang Tua Saya orang Pidie !”

Walaupun sudah dijawab pake Bahasa Aceh, tapi tuh orang masih blom percaya juga ! “Ahh pasti orang Jakarta deh ! soalnya Logatnya masih Jakarta banget tuh !” memang sih dia ada benarnya, walaupun saya ini sudah lumayan ngerti bahasa Aceh tapi logatnya ituloh yang susah disamain dengan logat Ureng Aceh ^_^;;

Akhinya saya pun menyerah ! dan langsung berkata ke beliau “ Logat Jakarta ? Maksud Loh !” ketika mendenger kata “Maksud Loh!” keluar dari mulut saya, si anak muda itupun langsung tertawa dan berkata “Tuhh bener kan ! orang Jakarta :) “ akhirnya Saya pun mengakui bahwa saya baru 7 bulan disini dan sedang belajar Bahasa Aceh :)

Walaupun akhirnya ketahuan, bahwa Saya ini orang dari Jakarta ! tapi Saya tetap mendapatkan apresiasi yang tinggi dari mereka, karena mereka rata-rata terheran-heran, “ Kok mau sih orang Jakarta belajar Bahasa Aceh ! udah gitu, kok bisa baru 7 bulan sudah lumayan ngerti Bahasa Aceh ??”

Menjawab pertanyaan itu Saya pun hanya mengulangi jawaban saya yang tadi “Lahh ! kan saya tadi sudah bilang ! Lon nyo Ureng Aceh ! Ureng Chik Lon Ureng Pidie :)

Pokoknya malam itu, benar-benar menjadi pengalaman yang tidak akan saya lupakan ! karena setidaknya, saya sudah mulai menjawab tantangan untuk “Tidak melihat Aceh dari Banda Aceh saja”. Pada malam itu juga, saya benar-benar mulai bisa melihat sedikit demi sedikit akan Aceh yang sesungguhnya :)

note : maaf nih.. ngga pake foto, soalnya belum mampu beli camera digital :(

Thursday, July 19, 2007

Jangan menilai Aceh dari Banda Aceh saja !

Waktu itu ketika sedang ngorol-ngobrol tentang seputar Aceh dengan Kak Yanti (sepupu saya), di dalam obrolan-obrolan itu saya sempat melontarkan sebuah statement, yaitu “ Orang Aceh itu Kaya-kaya ya !” dan statement yang kedua saya “ Aceh sekarang sudah maju ya !” dan tidak lama setelah saya mengeluarkan statement itu, kak Yanti pun akhirnya membalas statement saya dengan berkata “Fatah jangan nilai Aceh dari Banda Aceh aja donk !”.

Kak Yanti berkata seperti itu, memang karena selama ini Saya ini lebih banyak berkeliling di Banda Aceh *Ibukota Prov. Nanggroe Aceh Darussalam*, dibanding daerah-daerah lain di Aceh, walaupun sebenarnya saya sendiri tinggal di Keutapang - Kabupaten Aceh Besar *tapi bener2x perbatasan sih!* jadinya masih Banda Aceh banget !.

Memang jika kita *orang yang baru datang ke Aceh* hanya melihat kota Banda Aceh saja, maka biasanya kita akan berkesimpulan bahwa …

Orang Aceh itu Kaya-kaya !
Bukti bahwa orang-orang Aceh di Banda Aceh kaya-kaya, antara lain, rata-rata Handphone orang-orang disini adalah Handphone yang berkelas tinggi ! saya saja sempat kaget ketika melihat seorang pelayan Bakso memakai handphone Nokia Communicator, atau ketika saya melihat tukang (pekerja) bangunan yang memakai handphone Sony Ericsson Edisi Walkman ! pokoknya kalo kamu ke Banda Aceh coba perhatiin Handphone-handphone para penduduk Banda Aceh, Insya Allah handphone berkelas tinggi akan sangat mudah ditemui disini. *konon katanya orang Banda Aceh sangat menganggap penting penampilan!*

Selain itu sekarang banyak orang-orang Aceh yang bekerja di NGO atau di Badan Rekonstruksi Rehabilitasi (BRR), yang biasanya gaji-gajinya gede-gede lho ! *tapi kalau saya mah ! ngga gede2x amat kok ^_^;;* walaupun jumlah pekerja dari luar Aceh lebih banyak ! tapi tetap saja banyak juga orang Aceh yang bekerja dilembaga-lembaga itu.

Udah gitu, pasca Tsunami, banyak sekali proyek-proyek Rekonstruksi Aceh yang banyak memberikan rejeki nomplok bagi para Kontraktor Aceh, pokoknya sekarang-sekarang ini, kalo kita ke Bank, maka hampir bisa dipastikan banyak para kontraktor-kontraktor melakukan transaksi Ratusan Juta sampai Miliyaran Rupiah, salah satu pemandangan unik di Bank-Bank disini adalah ketika para kontraktor-kontraktor mengambil uang cash (tunai) sampai Puluhan Juta Rupiah yang biasanya uang-uang tersebut dibungkus dengan plastik kresek berwarna hitam. Jadi jangan heran kalo kita melihat orang-orang keluar dari Bank bawa-bawa plastik kresek *itu isinya duit loh!*.

Selain itu, di Banda Aceh pun sekarang semakin banyak bermunculan restoran-restoran baru, sebut saja Pizza Hut *baru buka*, Es Teler 77 *baru buka*, KFC, Paparons Pizza, Pizza House, A&W, Imperial Kitchen dan masih banyak lagi restoran-restoran lainnya yang kebanyakan diisi oleh orang-orang Bule dan para ABG-ABG Aceh dan juga tentunya orang-orang berduit !

Bukan cuma restoran aja, Warung Kopi ! yang biasanya kalo dijakarta itu, hanya berukuran seadanya dan dengan bangunan yang seadanya ! itu semua tidak berlaku disini *Banda Aceh*. Warung Kopi disini, rata-rata menyewa ruko yang harga sewanya bisa belasan juta atau puluhan juta setahun, udah gitu jangan heran kalo banyak TV-TV yang ada di Warung Kopi, TV nya TV yang berukuran Giant ! *bener2x gede lho !* entah berapa inc.

Pokoknya masih banyak lagi deh ! simbol-simbol lainnya yang menunjukkan betapa orang Banda Aceh banyak yang kaya-kaya ! atau kayak mendadak ^_^;, simbol lainnya bisa berupa banyaknya rumah-rumah baru yang dibangun, mobil-mobil yang semakin hari semakin banyak ! dan mobil-mobilnya pun yang mahalan punya! Dan masih banyak simbol lainnya !

Coba Kita Liat Peta
Kalo kita melihat sekilas tulisan-tulisan diatas mungkin kita akan berkesimpulan bahwa Aceh itu sudah menjadi provinsi yang sangat maju ! tapi coba kita liat peta Aceh sebentar !



Nah Kota Banda Aceh tuh yang warna Hijau aja ! Sangat Kecil bukan ? pokonya kalo dikira-kira, ukuran Banda Aceh itu kira-kira sekitar 1/3 atau 1/4 nya Jakarta !, kalo kamu pernah main-main ke Jakarta Barat, mungkin hampir mirip ukurannya dengan Jakarta Barat *atau bahkan bisa lebih kecil lagi!* coba bandingkan dengan wilayah-wilayah Aceh yang Sangat luas !! *yang merah itu Pidie, kampung kedua Ortu ku, aku dah pernah kesana lo!* mungkin peta ini sekaligus menjawab pertanyaan dari mba Hannie tentang Aceh yang luas :)

Kalo kata Kak Yanti ! kalo kita main-main ke Daerah Aceh lainnya *selain Banda Aceh*, maka kamu akan mendapati pemandangan yang sangat-sangat jauh berbeda dari Banda Aceh ! kata kak Yanti, kita akan ketemu banyak rumah-rumah Aceh yang terbuat dari kayu dan tiangnya dari Pohon kelapa, kita juga akan ketemu dengan rumah-rumah yang sudah mau rubuh ! atau rumah yang atapnya hanya dari daun-daun !

Pokoknya bener-bener pemandangan perdesaan ! pemandangan yang jauh dari nuansa perkotaan yang bisa dibilang nuansa yang juga jauh dari suasana 'kesejahteraan rakyat’ akan sering kita dapatkan ! *setau saya sih Aceh itu masuk dalam 5 besar Provinsi termiskin di Indonesia* tolong kasih tau saya, kalau saya salah ya.. ^_^;;

Cita-Cita Baru !
Jika orang lain punya cita-cita ingin keliling dunia, saya hanya punya cita-cita yang tidak muluk-muluk amat, sebuah cita-cita ‘lokal’ yaitu ingin keliling Aceh ! saya merasa belum 'afdhal' atau belum 'resmi' menjadi orang Aceh jika belum melihat-lihat Aceh diluar Banda Aceh, saya harus keluar dan bisa melihat Aceh secara menyeluruh ! itulah cita-cita baru saya !

Perkataan Kak Yanti “Fatah jangan nilai Aceh dari Banda Aceh aja donk !” seolah-seolah menjadi ‘Tantangan’ bagi saya untuk lebih sering keliling ke luar Banda Aceh !

Oke ! Saya Terima Tantangannya !

----

Note : bukti si fatah menerima Tantangan tersebut akan dibuktikan di 2 posting yang akan datang, tunggu tangal mainnya ^_^;;